Rabu, 02 April 2014

Surat Untuk Mantan



Untuk kamu yang (terkadang) ku rindu..

Kamu..
Pemilik nama yang sempat memenuhi salah satu bagian di hidupku.

Kamu..
Jejak manis yang sulit untuk dihilangkan. Terkadang mereka datang sendiri pada masa-masa tertentu atau sengaja ku panggil untuk menemani hati yang (seakan) senang.

Apa kabar kamu disana?

Raga yang tidak lagi berjalan bersama. Keramaian yang selalu menjadi tujuan melepas penat. Namun hingar bingarnya justru membuat kita nyaman. Sesuatu yang bisa membuatku tertawa tanpa lelucon yang menggelitik perutku. Dan sesuatu yang membuatku betah berlama-lama dalam dada bidangmu. Menangis tanpa sebab, atau karena hanya ingin menikmati aroma tubuhmu yang selalu teringat saat aku memejamkan mata.

Tangan yang selalu menggenggam hangat saat resah sedang akrab dengan masalah. Atau bahkan, usapan lembut yang mengacak-acak rambutku saat sifat kerasku yang tak mau mengalah datang. Senyum yang senang kau sembunyikan dibalik wajah cuekmu. Dan ketika itu pula, kekhawatiranmu memuncak saat tahu aku (masih) suka menghilang ke tempat rahasia yang (kadang) membuatku nyaman menyendiri. Mungkin kamu masih ingat dengan itu?

Kamu..
Bahagiakah dengan hidupmu sekarang?

Tidak tepat sebenarnya aku bertanya seperti itu denganmu. Saat ini…  Disaat kamu telah mengambil jalan hidupmu bersamanya. Berbagi kisahmu dalam lembaran buku yang baru. Mempersilahkannya untuk menulis rangkaian kata menjadi kalimat utuh tiap lembarnya. Dan mengaminkan setiap do’a dari peluh keringat yang kau hasilkan setiap hari. Akhirnya..

Dia yang lebih baik. Dia yang lebih pintar. Dia yang lebih dewasa. Dan dia yang lebih pantas meyempurnakan sikapmu. Semua terlihat dari sisi ibu-mu.

Pertahanan kita (ternyata) tak cukup kokoh untuk membendung hantaman darisana. Kepercayaan yang terjalin pun tak dapat menariknya. Namun percayalah, tidak ada orang tua yang menginginkan suatu keburukan pada hidup anaknya.

Dan semoga saat ini, kamu tidak sedang mengutuk keadaan untuk masa kita yang sudah hilang, atas keputusanmu. Keputusan kita untuk bahagia dalam jarak yang terpisah. Walaupun kadang rindu ini masih meringis dan membuat sesak.


Dari:
Adek tengil
(sapaanmu untuk aku hingga kini)

NB:: Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara