Untuk kamu yang (terkadang) ku rindu..
Kamu..
Pemilik nama yang sempat memenuhi salah satu bagian di
hidupku.
Kamu..
Jejak manis yang sulit untuk dihilangkan. Terkadang mereka
datang sendiri pada masa-masa tertentu atau sengaja ku panggil untuk menemani
hati yang (seakan) senang.
Apa kabar kamu disana?
Raga yang tidak lagi berjalan bersama. Keramaian yang selalu
menjadi tujuan melepas penat. Namun hingar bingarnya justru membuat kita
nyaman. Sesuatu yang bisa membuatku tertawa tanpa lelucon yang menggelitik
perutku. Dan sesuatu yang membuatku betah berlama-lama dalam dada bidangmu. Menangis
tanpa sebab, atau karena hanya ingin menikmati aroma tubuhmu yang selalu
teringat saat aku memejamkan mata.
Tangan yang selalu menggenggam hangat saat resah sedang
akrab dengan masalah. Atau bahkan, usapan lembut yang mengacak-acak rambutku
saat sifat kerasku yang tak mau mengalah datang. Senyum yang senang kau sembunyikan
dibalik wajah cuekmu. Dan ketika itu pula, kekhawatiranmu memuncak saat tahu
aku (masih) suka menghilang ke tempat rahasia yang (kadang) membuatku nyaman
menyendiri. Mungkin kamu masih ingat dengan itu?
Kamu..
Bahagiakah dengan hidupmu sekarang?
Tidak tepat sebenarnya aku bertanya seperti itu denganmu.
Saat ini… Disaat kamu telah mengambil
jalan hidupmu bersamanya. Berbagi kisahmu dalam lembaran buku yang baru. Mempersilahkannya
untuk menulis rangkaian kata menjadi kalimat utuh tiap lembarnya. Dan mengaminkan
setiap do’a dari peluh keringat yang kau hasilkan setiap hari. Akhirnya..
Dia yang lebih baik. Dia yang lebih pintar. Dia yang lebih
dewasa. Dan dia yang lebih pantas meyempurnakan sikapmu. Semua terlihat dari
sisi ibu-mu.
Pertahanan kita (ternyata) tak cukup kokoh untuk membendung
hantaman darisana. Kepercayaan yang terjalin pun tak dapat menariknya. Namun percayalah,
tidak ada orang tua yang menginginkan suatu keburukan pada hidup anaknya.
Dan semoga saat ini, kamu tidak sedang mengutuk keadaan untuk
masa kita yang sudah hilang, atas keputusanmu. Keputusan kita untuk bahagia
dalam jarak yang terpisah. Walaupun kadang rindu ini masih meringis dan membuat
sesak.
Dari:
Adek tengil
(sapaanmu untuk aku hingga kini)
NB:: Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel Bernard Batubara